ARTIKEL
TENTANG MPR DAN DPR
(Pengantar
Ilmu Politik)
disusun oleh :
Prana Moch Maulana
NPM : C1011511RB5001
FAKULTAS ILMU
KOMUNIKASI DAN ADMINISTRASI BISNIS
UNIVERITAS
SANGGA BUANA YPKP
BANDUNG
MPR
DAN DPR
Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia atau cukup disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat
disingkat MPR-RI atau MPR adalah lembaga legislatif bicameral
yang merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. Sebelum Reformasi, MPR merupakan lembaga tertinggi negara. MPR
bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun diibukota negara.
Sejarah MPR
Sejak
17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memulai sejarahnya sebagai sebuah bsngsa yang
masih muda dalam menyusun pemerintahan, politik, dan administrasi negaranya.
Landasan berpijaknya adalah ideologi Pancasila yang diciptakan oleh bangsa
Indonesia sendiri, beberapa minggu sebelumnya dari penggalian serta perkembangan
budaya masyarakat Indonesia dan sebuah Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 pra Amandemen yang baru ditetapkan keesokan harinya pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Undang-Undang
Negara Republik Indonesia tahun 1945 (pra Amandemen) tersebut mengatur berbagai
macam lembaga negara dari Lembaga Tertinggi Negara. Konsepsi penyelenggaraan
Negara tersebut sebagai perwujudan dari sila keempat yang mengedepankan prinsip
demokrasi perwakilan dituangkan secara utuh didalamnya. Kehendak untuk
mengejawantahkan aspirasi rakyat dalam sistem perwakilan, untuk pertama kalinya
dilontarkan oleh Bung Karno, pada pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, Muhammad
Yamin juga mengemukakan perlunya prinsip kerakyatan dalam konsepsi
penyelenggaraan negara. Begitu pula juga dengan Soepomo yang mengutarakan
idenya akan Indonesia merdeka prinsip musyawarah dengan istilah badan
Permusyawaratan. Ide ini didasari oleh prinsip kekeluargaan, dimana setiap
anggota keluarga dapat memberikan pendapatnya.
Dalam
rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, Soepomo menyampaikan bahwa “Badan
Permusyawaratan Rakyat” dengan anggapan bahwa majelis ini merupakan penjelmaan
seluruh rakyat Indonesia, yang mana anggotanya terdiri atas seluruh wakil
rakyat, seluruh wakil daerah, dan seluruh wakil golongan. Konsepsi Majelis
Permusyawaratan Rayat inilah yang akhirnya ditetapkan dalam Sidang PPKI pada
acara pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra
Amandemen).
Masa Orde Lama (1945-1965) dan Orde
Baru (1965-1999)
Pada
awal masa Orde Lama, MPR belum dapat dibentuk secara utuh karena gentingnya
situasi pada saat itu. Hal ini telah diantisipasi oleh para pendiri bangsa
dengan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 (pra Amandemen) menyebutkan, sebelum MPR , DPR, dan DPA (Dewan
Pertimbangan Agung) dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaan
ini dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional.
Sejak
terbentuknya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, terjadi perubahan-perubahan yang
mendasar atas kedudukan, tugas, dan wewenang KNIP. Sejak saat itu mulailah
lemabran baru dalam sejarah etatanegaraan Indonesia, yakni KNIP disrahi
kekuasaan Legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.
Dengan demikian, pada awal berlakunya Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) dimulailah lemabaran pertama sejarah MPR,
yakni terbentunya KNIP Sebagai embrio MPR.
Pada
masa brlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (1949-1950) dan
undang-undang dasar sementara (1950-1959), lembaga MPR tidak dikenal dalam
konfigurasi ketatanegaraan Republik Indonesia. Pada tanggal 15 Desember1955
diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota konstituante yang diserahi
tugas membuat Undang-Undang Dasar.
Namun,
Konstituante yang semula diharapkan dapat menetapkan Undang-Undang Dasar
ternyata menemui jalan buntu. Ditengah perdebatan yang tak berujung pangkal,
pada tanggal 22 April 1959, Pemerintah menganjurkan untuk ke,bali ke UUD 1945,
tetapi anjuran pun ini tidak mencapai kesepakatan diantara anggota
Konstituante.
Dalam
suasana yang tidak menguntungkan itu, tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisikan:
1. Pembubaran
Konstitusnte
2. Berlakunya
kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUD sementara 1950
3. Pembentukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung
Sementara (DPAS).
Untuk
melaksanakan Pembentukan MPRS sebagaimana Diperintahkan oleh Dekrit Presiden 5
Juli 1959, presiden mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 yang
mengatur Pembentukan MPRS sebagai berikut:
1. MPRS
terdiri atas Anggota DPR Gotong Royong ditambah dengan Utusan-utusan dari
daerah-daerah dengan golonga-golongan.
2. Jumlah
anggota MPR ditetapkan oleh Presiden.
3. Yang
dimaksud dengan daerah dan glongan-golongan ialah Daerah SwatantraTingkat I dan
Golongan Karya.
4. Anggota
tambahan MPRS dingkat oleh Presiden dan mengangkat sumpah menurut agamanya
dihadapan Presiden atau ketua MPRS yang dikuasakan oleh Presiden
5. MPRS
mempunyai seorang Ketua dan beberapa Wakil Ketua yang diangkat oleh Presiden.
Jumlah
anggota MPRS pada waktu dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 199 Tahun
1960 berjumlah 616 orang yang terdiri dari 257 Anggota DPR-GR, 241 Utusan
Golongan Karya, dan 118 Utusan Daerah.
Tugas
dan wewenang MPR secara Konstitusional diatur dalam pasal 3 UUD 1945, yang
sebelum maupun setelah perubahan salah satunya mempunyai tugas mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar negara yang mengatur hal-hal
penting dan mendasar.
Keanggotaan MPR terdiri
atas DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum. Keanggotaan MPR
diresmikan dengan keputusan Presiden. Sebelum reformasi MPR terdiri atas anggota
DPR, Utusan Daerah, Utusan Golongan, menurut aturan yang ditetapkan
Undang-Undang. Jumlah anggota MPR periode 2009-2014 adalah 692 orang yang
trdiri atas 560 anggota DPR dan 132 anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR
adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru
mengucapkan sumpah/janji.
Hak dan Kewajiban Anggota
1.
Hak
Anggota
a. Mengajukan
usulan pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Menentukan
sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan.
c. Memilih
dan dipilih
d. Membela
diri
e. Imunitas
f. Protokoler
g. Keuangan
dan Administratif
2.
Kewajiban
Anggota
a. Memegang
teguh dan mengamalkan Pancasila
b. Melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan
perundang-undangan.
c. Mempertahankan
dan memelihara kerukunan nsional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
d. Mendahulukan
kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
e. Melaksanakan
peranan wakil Rakyat dan Wakil Daerah.
DPR
DAN FUNGSINYA
1.
Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan
sebagai lembaga negara. Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta
pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu.
Lembaga negara DPR mempunyai fungsi
berikut ini :
a. Fungsi
legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.
b. Fungsi
anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
c. Fungsi
pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap
pemerintah yang menjalankan undang-undang.
Hak-Hak DPR sebagai berikut :
a. Hak
interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai
kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas bagi
kehidupan masyarakat.
b. Hak
angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan
tertentu pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
c. Hak
menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah mengenai
kejadian yang luar biasa.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.google.com/search?
id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Permusyawaratan_Rakyat
dan Dewan_Prwakilan_Rakyat.org.com

No comments
Post a Comment