Stadion Utama Gelora Bung Karno atau yang biasa kita kenal dengan sebutan GBK, adalah sebuah stadion di Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Ketika pertama kali dibuka pada tahun 1962, stadion ini memiliki kapasitas tempat duduk sebesar 110.000. sebelum akhirnya kapasitas berkurang setelah renovasi untuk Piala Asia 2007 menjadi 88 ribu dan renovasi kedua Ketika menyambut Asian games 2018 dan membuat kapasitas GBK menjadi 77 ribu, Stadion yang kini menjadi markas dari timnas Indonesia dan juga menjadi tempat diselenggarakannya event-event besar baik berskala nasional maupun internasional, diantaranya adalah Asian Games, Sea Games, dan beberapa event lainnya, termasuk juga event olah raga terpopuler di negeri ini, yakni sepakbola, Yang dimana GBK selalu menjadi tempat dihelatnya pertandingan puncak atau pertandingan final antara kedua tim yang memperebutkan Juara, diantaranya adalah Final Piala Presiden, Final piala jenderal Sudirman dan beberapa pertandingan besar lainnya Selain pertandingan-pertandingan final yang terjadi di era sekarang, jika kita menarik waktu ke belakangan, sbetulnya GBK sejak era perserikatan sudah sering di gunakan sebagai tempat di helatnya laga-laga besar, diantaranya final perserikatan yang dipusatkan selalu di gelar di stadion GBK atau di waktu dulu di sebut dengan stadion senayan. Dan Persib adalah salah satu tim yang waktu itu superior sehingga mengantarkannya untuk sering tampil di laga-laga besar di senayan. Pertandingan-pertandingan besar tersebut tentu di hadiri pula oleh bobotoh yang memadati Kawasan senayan dari berbagai penjuru arah mata angin, ada yang datang dari bandung, dari cianjur, sukabumi, banten, dan berbagai wilayah lainnya. Khusus dari daerah bandung, biasanya mereka berangkat ke Jakarta tanpa adanya komando, jadi berangkat masing, missal ada yang berangkat titik kumpul di sidolig, ada yang titik kumpul di alun-alun dan sebagainya, Dan ada hal-hal unik yang terjadi Ketika ribuan bobotoh berbondong-bondon datang ke senayan untuk mendukung persib, jadi dulu Ketika pertandingan persib di gelar di senayan, para bobotoh konvoi menuju Jakarta melalui puncak, karena dulu belum ada tol cipularang, Sebelum adanya Jalan Tol Cipularang, rute Bandung—Jakarta via Padalarang mengarah ke Puncak ini menjadi favorit warga Bandung yang hendak bepergian ke Jakarta. Dari Bandung, perjalanan dimulai di Gerbang Tol Cileunyi dan keluar di Gerbang Tol Padalarang Timur menuju Padalarang. lalu Cianjur yang memiliki banyak turunan dan belokan. Perjalanan berlanjut di jalur Puncak yang terkenal sebagai kawasan wisata pegunungan, sebelum keluar di Ciawi ke Tol Jagorawi menuju Jakarta. Dan yang uniknya adalah di sepanjang rute yang di lalaui oleh bobotoh, mulai dari padalarang, cianjur hingga puncak bogor, warga turun disepanjang pinggiran jalan untuk melihat konvoi bobotoh menuju Jakarta, dan tidak hanya melihat para bobotoh saja, warga-warga setempat pun turut memberikan perbekalan-perbekalan kepada para bobotoh, mulai dari air minum dan juga makanan-makanan, para warga setempat sangat antusias menyaksikan para bobotoh yang tiada henti melewati jalur mereka menuju arah Jakarta, Dan salah satu pertandingan besar yang paling terkenang adalah pertandingan final perserikatan Persib vs PSMS Medan tahun 1985, dimana penonton yang hadir bahkan mencapai 150 ribu penonton, jauh melampaui kapasitas stadion senayan itu sendiri, sehingga para penonton tumpah ruah ke pinggiran lapangan. Bahkan pertandingan ini tercatatat sebagai rekor pertandingan amatir dengan jumlah penonton terbanyak di dunia. Dan juga termasuk pada liga Indonesia pertama, Laga final pun akhirnya tersaji dengan ideal, karena mempertemukan Persib yang merupakan wakil eks Divisi Utama lawan Petrokimia Putra yang eks Galatama. Partai puncak itu digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Minggu malam, 30 Juli 1995. Waktu itu senayan penuh oleh bobotoh yang hadir, muali dari lapangan parkir timur, itu di dominasi oleh mobil bis dengan plat-plat priangan timur, Kedua tim tampil dengan kekuatan terbaik alias full team. Sementara di tribun stadion hadir puluhan ribu suporter, yang didominasi suporter Persib, bobotoh. Saking penuhnya tribun atas, ketika para suporter meloncat-loncat secara bersama, getarannya terasa hingga ke tribune bawah. Dan hal unik lainnya yang biasa terjadi di zaman era perserikatan dulu adalah Ketika menjelang pertandingan persib, di beberapa daerah itu biasanya setelah maghrib melalui pengeras suara atau toa mushola dan masjid, akan ada himbauan untuk berdo’a agar persib bisa memenangkan pertandingan, bis akita bayangkan bagaimana kecintaan dan kebangaan masyarakat jawa barat terhadap tim persib ini, Menurut dani wihara, yang saat menjadi wartawan di era 90an, persib menjadi satu-satunya pada waktu itu dilabeli sebagai Brazil-nya Indonesia, karena mempunyai gaya permainan yang indah, dari kaki ke kaki, merambat dari bawah ke atas, dan hal ini juga sebagai salah satu factor yang membuat bobotoh semakin menyebar dari berbagai kota Eksistensi bobotoh yang begitu besar tentu sudah tidak perlu di pertanyakan lagi, bobotoh yang sudah besar bahkan sebelum era kemerdekaan terus menggelorakan semangat dan dukungan terhadap tim maung bandung hingga saat ini, Jika kita melihat bagaimana hegemoni bobotoh di masa lampau dan di bandingkan dengan peristiwa yang terjadi saat ini, khususnya polemic yang berkepanjangan antara bobotoh khususnya komuniats dengan manajemen persib, tentu ini menjadi sebuah hal yang sangat disayangkan, karena mau bagaimanapun persib besar karena bobotohnya itu sendiri yang sejak persib berdiri, bobotoh sudah mendampingi, Mari kita berharap semoga polemic ini segera berakhir dan ditemukan solusinya, agar stadion yang sepi ini bisa Kembali bergermuruh Kembali Sampai jumpa