Setiap
Negara di seluruh dunia, pasti mempunyai Tim Nasional masing-masing, baik itu
di kelompok usia muda, maupun di kelompok senior, yang berkompetisi dalam
lingkup regional maupun juga internasional, untuk kompetisi regional sesuai
dengan regional negaranya masing-masing, seperti contoh Indonesia mengikuti
AFF, Sea Games, Piala Asia dll, ataupun Portugal mengikuti euro, brazil
mengikuti copa amerika dan untuk skala global yang merupakan kompetisi
tertinggi di dunia, yakni Piala Dunia.Bobotoh Persib
Sudah seperti pada umumnya di berbagai negara, Timanas merupakan Tim Nasional yang mewakili sebuah negara, yang pemain-pemainnya sendiri di ambil dari beberapa klub, baik itu klub yang berada di kompetisi local, maupun kompetisi di luar negeri, timnas juga merupakan sebagai pemersatu semua elemen supporter di sebuah negara, dengan tidak mengenal klub kebanggan masing-masing, suku, kota dan lainnya akan menyatu Ketika timans bertanding.
Namun, kenapa supporter Persib terkesan “Cuek” terhadap timnas?
Bagi masyarakat jawa barat pada umumnya dan bandung khususnya, sejak dulu sudah muncul istilah, timnasnya Jawa Barat adalah Persib. Sehingga Ketika timnas bertanding di bandung, euoforianya tidak akan semeriah dan semarak Ketika persib bertanding. Dalam hal ini saya memiliki beberapa pandangan mengapa supporter persib atau yang biasa dikenal sebagai bobotoh, terkesan cuek dan tidak peduli dengan timnasnya, pandangan saya ini akan dibahas dalam video kali ini,
Pertama, Faktor Sejarah
Seperti sudah kita ketahui sebelumnya, bahwa persib bukan hanya sekedar tim sepak bola kebanggan jawa barat, tetapi juga Sudah menjadi warisan budaya yang turun temurun diwariskan oleh buyut, kakek hingga kita sekarang ini, dari generasi ke generasi, tidak seperti klub klub lain di Indonesia yang suporternya terbentuk Ketika berdirinya komunitas-komunitas, bobotoh sendiri sudah ada sejak persib itu berdiri, yakni sebelum era kemerdekaan. Yang dimana bobotoh terbentuk secara naluri alamiah, yang kemudian memunculkan keterikatan batin yang kuat sejak dulu anatara persib dengan bobotohnya. Yang dimana sejak era sebelum kemerdekaan, persib dan bobotohnya merupakan symbol perlawanan rakyat pribumi terhadap penjajah belanda.
Beberapa catatan baik itu dari surat kabar local maupun belanda sudah memeberitakan tentang hadirnya bobotoh Ketika Persib bertanding, waktu itu Persib menggunakan lapangan Tegallega dan Ciroyom untuk mengadakan pertandingan sepakbola. Maklum, lapangan alun-alun Kota Bandung dikuasai oleh Belanda dengan para klub anggotanya.
Penggunaan perkumpulan sepak bola bumiputra
di Bandung sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialisme mulai memasuki babak
baru pada tahun 1933. menindak lanjuti keputusan Kongres PSSI ke II di Solo
bond bumiputra di Bandung bersiap untuk melakukan perombakan Baik secara
organisasi ataupun nama. Pada Februari 1933 diadakan pertemuan yang bertujuan
menjajaki kemungkinan fusi antara dua bond sepak bola bumiputra di Bandung,
yakni BIVB (Bandoeng Inische Voetbal Bond) dan NVB (National Voetbal Bond).
Pertemuan itu berlanjut pada pertemuan lainnya tanggal 14 Maret 1933 di Sekolah
Karang Kaputran di jalan Kapatihan yang dihadiri oleh tokoh dari kedua
perkumpulan sepak bola itu, yakni R. Sadikin, Anwar Soetan Pamoentjak, R. Oto
Iskandar Dinata, Mr. Samsoedin, Marahdjani, R. Atot Soeria Winata, R. Oetoen,
Soepardjo, B. Saragih, R. Joenoes Djajanegara, Zaenoel Aripin, R. Nonod, A.
Moenadi, H. Alexa, R. Soedjono, Aloewi, Soekmaja, dan R. Otong. Pertemuan ini
diakhiri dengan keputusan untuk membentuk satu bond sepak bola bernama
Persatoean Sepak bola Indonesia Bandoeng (Persib).
setelah tahun 1937, Persib mulai mengalami
dampak sosiologis sepak bola dalam mengumpulkan massa berjumlah besar. Setiap
pertandingan Persib dijadikan arena tokoh pergerakan untuk menyampaikan ide
nasionalisme meski disampaikan secara terselubung. Tokoh pergerakan seperti Oto
Iskandar di Nata, Anwar Soetan Pamoentjak, dan Atot Soeria Winata beberapa kali
hadir dalam pertandingan Persib. Pretasi Persib sampai tahun 1939 masih berada
dalam kondisi bagus, meski tak lagi menjadi juara perserikatan. Dampak dari
prestasi ini, pertandingan-pertandingan sepak bola semakin marak dilakukan
hampir di seluruh kota Bandung dan selalu berhasil menarik massa dalam jumlah
besar.
Oleh
karena pertandingan Persib mampu menghadirkan banyak penonton dan kadang kala
digunakan oleh tokoh politik untuk menyampaikan ide nasionalisme, asisten
residen dan residen Priangan sempat melarang pertandingan sepak bola. Hadirnya
massa dalam jumlah besar ini membuat pemerintahan kota dan residen Priangan
beberapa kali sempat memboikot dan melarang pertandingan yang diadakan Persib
maupun anggotanya (Rivai, 1973: 9). Kekhawatiran akan dijadikannya pertandingan
sepak bola itu sebagai ‘rapat massa’ oleh kaum pergerakan menjadi salah satu
alasan pemerintah memboikot dan melarang pertandingan itu. Dari sini terlihat
bahwa kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam lapangan politik akhirnya
diterapkan pula di lapangan sepak bola dengan jalan melarang atau memboikot
suatu pertandingan sepak bola.
Bahkan
di era perserikatan bobotoh sudah sering memenuhi stadion GBK atau yang dahulu
dikenal sebagai stadion senayan dalam jumlah yang sangat besar, bahkan di final
Perserikatan tahun 1985 kala persib bertanding melawan PSMS Medan, stadion GBK
dipenuhi oleh 150 ribu penonton yang mayoritas adalah bobotoh, dimana mereka
memenuhi stadion hingga meluber ke pinggir lapang. Hal itu sangat fantastis
apalagi dimasa itu belum ada media social seperti sekarang ini, dalam artian,
para bobotoh itu bergerak sendiri ke stadion, tanpa ada komando dari pusat,
bergerak dari ke 4 penjuru arah mata angin menuju dan berkumpul menjadi satu di
kota Jakarta.
Bisa kita lihat bahwa bobotoh
adalah supporter yang secara alami terbentuk oleh sebuah entitas budaya yang
sejak dulu turun temurun di wariskan oleh buyut, kakek, dan orang tua kepada
anak-anaknya, dari generasi ke generasi
tidak terbentuk oleh sebuah Gerakan secar masif, tidak dibentuk oleh sekelompok oranng atau penguasa yang mempunyai dana lalu membentuk sebuah perkumpulan supporter, tapi bobotoh terbentuk sendiri oleh sebuah proses Panjang, dan sejarah yang terus tumbuh
Kedua, Faktor non teknis
Seperti
sudah kita ketahui sebelumnya, bahwa timnas Indonesia sejak dulu sering
menggunakan stadion GBK untuk menggelar pertandingan-pertandingan, baik itu
bersifat friendly match ataupun turnamen dan pertandingan resmi. Dan bagi
bobotoh yang berada di luar Jakarta, baik itu di kota bandung, maupun
wilayah-wilayah lain di Indonesia, tentu mereka harus datang ke stadion GBK
Ketika ingin menonton timnas. Namun, slogan Timnas menyatukan semua hanyalah
slogan semata, karena kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda, dimana
para bobotoh yang datang ke satadion dengan niat menonton timnas, terkadang
harus mengalami kejadian-kejadian yang tidak mengenakan, mulai dari sweeping,
pemukulan dll. Tentu hal ini membuat bobotoh merasa tidak nyaman, bagaimana
tidak, niat mereka ke stadion adalah untuk menonton timnas, dengan tidak
memakai embel-embel klub, tapi tetap saja ada oknum-oknum yang mensweeping,
hingga berujung pada Tindakan pengeroyokan. Makanya bobotoh kadang melabeli
Timnas adalah sebagai Tim Monas, yang dimana ini adalah sindiran halus bahwa
yang boleh menonton timnas hanya dari supporter tertentu saja.
Belum
lagi kejadian-kejadian yang tidak mengenakan bagi pemain persib, yang diman
mereka seolah-olah selalu dicari kesalahannya Ketika timnas bermain buruk, dan
bahkan kejadian paling memalukan adalah Ketika laga uji coba timnas di GBK
melawan Asean All Star, tahun 2014, yang dimana waktu itu banyak pemain-pemain
Persib yang mengisi slot pemain timnas, dan yang membuat geleng-geleng kepala
adalah Ketika setiap kali pemain persib memegang bola, maka dari arah tribun
stadion para supporter yang mayoritas adalah supporter Jakarta menyuraki para
pemain persib itu sendiri, padahal pemain persib bukan lah bermain untuk
persib, melainkan saat itu bermain untuk Timnas, tidak mewakili klub apapun,
hingga puncaknya adalah Ketika ferdinan sinaga yang kala itu berkostum Persib
Bandung terpancing emosi dengan cara menaiki pagar dan menantang para supporter
yang dari tadi menyuraki pemain-pemain persib, bahkan pelatih timnas pun sampai
angkat bicara,
Pelatih Timnas Indonesia
Senior Alfred Riedl menyesalkan sikap suporter. Menurutnya, intimidasi suporter
itu imbas dari perseteruan dua kelompok suporter, yakni Persib Bandung dan
Persija Jakarta. Seharusnya suporter tak menyudutkan Ferdinand karena tengah
berkostum Timnas Indonesia, bukan sebagai pemain Persib.
"Kami satu bangsa.
Anda (suporter) seharusnya masih mendukung. Saya terkejut karena baru pertama
kali melihat hal ini di Indonesia. Saya harap ini yang terakhir," kata
Redl dalam jumpa pers usai pertandingan. "Harusnya mereka melupakan
pertandingan Persib dan Persija. Karena saat ini dia pemain pemain timnas bukan
klub."
Itulah
beberapa rangkuman alasan mengapa bobotoh saat ini terkesan cuek terhadap
timnas, jadi mau timnas menang, imbang atau kalah, bagi bobotoh itu hal biasa
saja, tidak ada rasa berlebih, berbeda Ketika tim Persib menang, maka warga
jawa barat merasakan euforianya, begitupun Ketika perisb kalah, rasa kekecewaan
akan terpampang jelas di seluruh jawa barat dan sekitarnya.
Semoga
kedepannya kita bisa sama-sama saling menghargai, Ketika pemain dari salah satu
klub tampil di timnas, berhentilah dengan memandang bahwa dia dari klub mana,
karena saat ini yang ia bela adalah Negara, bukan klub.
Sampai
jumpa
No comments
Post a Comment